03 April 2009

Golput: Halal atau Haram?

Muhammad Yajid Kalam
Fenomena golput terus meningkat. Kondisi ini tampaknya mulai mengkhawatirkan banyak pihak, terutama para elite politik. Tingginya angka golput melemahkan legitimasi kekuasaan yang diperoleh para elite kekuasaan politik. Fenomena ini membawa sebagian elite politik menarik sisi agama untuk berbicara tentang golput.
Menurut Konstitusi
Dalam konstitusi Indonesia, memilih dan dipilih adalah hak bukan kewajiban. Berbeda dengan konstitusi Amerika yang menempatkan memilih sebagai hak dan kewajiban. Bila memilih dan dipilih adalah hak, siapa pun bebas untuk mempergunakan ataupun melepaskan haknya tersebut. Warga negara Indonesia dijamin oleh konstitusi kebebasannya untuk mempergunakan ataupun melepaskan hak memilih itu. Bila orang memilih golput artinya ia melepaskan haknya. Melepaskan hak bukanlah kejahatan. Siapa pun yang golput dilindungi konstitusi Indonesia.
Menurut Syariat Islam
Memilih dan dipilih dalam masalah ini berkaitan dengan kepemimpinan. Islam
mengharuskan umatnya mengangkat pemimpin. Pengangkatan pemimpin adalah kewajiban (fardu) menurut syariat. Dengan demikian, bila umat Islam tidak mengangkat
pemimpin artinya mereka melanggar syariat. Namun, mengangkat pemimpin adalah fardu kifayah bukan fardu ain. Mengangkat pemimpin adalah kewajiban yang dikenakan kepada seluruh anggota komunitas masyarakat, namun cukup dilakukan sebagiannya saja. Dengan demikian, tidak memilih atau golput yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia tidak menjadi dosa selama ada anggota masyarakat yang lain yang melaksanakan kewajiban memilih.
Politisasi Halal-Haram
Urusan golput tidak lepas dari urusan politik. Semakin tinggi golput semakin rendah legitimasi elite politik pemegang kekuasaan hasil pemilihan. Dengan demikian, menurunkan tingkat golput adalah kepentingan politik. Bila dikaitkan dengan permintaan fatwa haram atas golput, hal ini sebenarnya merupakan politisasi agama, membuat agama sebagai alat politik. Dengan demikian, masalah sebenarnya bukan halal dan haram, namun perilaku elite politik. Bila golput disikapi elite politik dengan meminta fatwa haram, elite politik sedang berusaha menutupi masalah sebenarnya. Mereka tidak mau menyadari dan tidak mengakui kesalahannya yang membuat masyarakat kesal dan tidak memercayai mereka lagi.
Lebih lengkap baca: Pikiran Rakyat Online, 3 April 2009

Tidak ada komentar: