24 Maret 2009

Kuliah ke-7 Sosiologi, 24 Maret 2009

Kuliah hari ini diawali dengan Quiz tentang Pranata Sosial, sementara bahan kuliah yang dibahas mengenai Stratifikasi Sosial. Dengan pertanyaan yang mulai menyentuh aspek analisis, sepertinya hasil Quiz kurang bagus. Namun suasana interaksi di dalam kelas, antara dosen dan mahasiswa cukup menyenangkan, dengan banyaknya pertanyaan dari mahasiswa, sayang datangnya pertanyaan kebanyakan dari mahasiswa yang itu-itu juga. Adapun mahasiswa yang tidak hadir kali ini ada 3 orang, yaitu NPM 143, 147, dan 123 (’05). Jangan lupa Selasa 31 Maret UTS. Belajar yang tekun, mudah-mudahan nilainya nanti bagus semua.
Download Materi Kuliah: Stratifikasi Sosial (pdf)

22 Maret 2009

Switch to Online Journals Under Attack

John Richard Schrock
A trend to make printed scientific journals available online worldwide, is under fire. Although President Barack Obama has signed a measure to make the National Institutes of Health Public Access Policy permanent, some US lawmakers have launched legislation to roll back the effort. While advocates assert moving science journals online is tech-savvy, economical and the only proper use of taxpayer-generated research, problems with costs, archiving, copyright, and support of small professional organisations (centred on their journal identity and research collaboration) are causing second thoughts.
The Scholarly Publishing and Academic Resources Coalition, or SPARC, has advocated the switch to electronic journals to make biomedical research available to users, including third-world countries that cannot afford the rising costs of journals.
Full report on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0068 22 March 2009

Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian

Nugraha Setiawan
Tujuan pokok dilaksanakannya penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Untuk mencapai tujuan pokok tersebut antara lain harus melalui proses pengolahan dan analisis data. Alur kerjanya, dimulai dari pengumpulan hingga interpretasi data.
Hal penting yang perlu diingat dalam melakukan analisis data adalah mengetahui dengan tepat penggunaan alat analisis, sebab jika kita tidak memenuhi prinsip-prinsip dari pemakaian alat analisis, walaupun alat analisisnya sangat canggih, hasilnya akan salah diinterpretasikan dan menjadi tidak bermanfaat untuk mengambil suatu kesimpulan.
Model-model statistika untuk keperluan analisis data telah begitu berkembang, dari model-model statistika deskriptif hingga ke statistika inferensial non parametrik dengan persyaratan yang lebih “lunak “ dibandingkan dengan statistika parametrik yang sangat ketat dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan sulit dipenuhi dalam kerangka penelitian sosial.
Ketika kita memutuskan untuk melakukan analisis data menggunakan alat statistika, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
(1) Dari mana data diperoleh, apakah berasal dari sampel (melalui proses sampling) atau dari populasi (dengan cara sensus)
(2) Jika berasal dari sampel apa teknik sampling yang digunakan, apakah termasuk kelompok sampling probabilitas atau non probabilitas.
(3) Memakai skala apa data diukur, apakah menggunakan skala nominal, ordinal, interval, atau rasio.
(4) Bagaimana hipotesis yang dibuat apakah perlu dilakukan pengujian satu arah atau dua arah kalau memakai statistika inferensial.
Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)

21 Maret 2009

Kalkulator untuk Menghitung Ukuran Sampel

Research Aids, Creative Research System menyediakan perangkat semacam kalkulator untuk menghitung berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dalam sebuah penelitian yang mereka namakan "Sample Size Calculator".
Sangat memudahkan bagi kita, sebab cukup dengan meng-klik tingkat kepercayaan (ada dua opsi yaitu 95% dan 99%), terus mengisi selang kepercayaan (dalam persen tetapi cukup mengisikan angkanya saja), dan ukuran populasi, maka dengan meng-klik Calculate bisa langsung diperoleh ukuran sampelnya.
Rumus yang digunakan untuk membuat calculator ini, merupakan rumus dasar seperti yang dikembangkan oleh Krejcie-Morgan, Slovin, maupun Yamane. Untuk mempelajarinya rumusnya Klik di sini.
Dengan adanya kemudahan ini, penulis tak bosan-bosanya mengingatkan, pelajari dahulu mengenai rumusnya, cocok tidak dengan penelitian yang anda akan lakukan. Mau mencobanya?
Silakan Klik Sample Size Calculator.

Menghitung Ukuran Sampel: Antara Rumus Slovin dan Yamane

Nugraha Setiawan
Menentukan ukuran sampel dalam sebuah survey sering menjadi sebuah permasalahan tersendiri, terutama bagi mereka yang ingin memakai pendekatan statistika. Pada tulisan terdahulu pernah dibahas mengenai seringnya terjadi kekeliruan memakai rumus penentuan ukuran sampel, karena pemakai hanya melihat simple-nya rumus tersebut.
Hasil browsing di internet, penulis mendapatkan bahwa di Indonesia (termasuk untuk penelitian skripsi, tesis, dan disertasi) banyak yang memakai rumus Slovin, walaupun dalam pandangan penulis kebanyakan kurang tepat menerapkannya. Untuk memahaminya silakan kembali baca bahasan tentang Rumus Slovin (Nugraha Setiawan, 2007).
Pada tingkat global, yang lebih banyak dipakai adalah rumus Yamane, yang didasarkan pada tulisannya "Statistics an Introductory Analysis" yang diterbitkan oleh Harper and Row, New York, 1964. Namun menurut telaah penulis, tidak ada perbedaan yang mendasar antara rumus Slovin dan rumus Yamane. Artinya rumus Slovin = rumus Yamane. Walaupun hingga saat ini penulis belum dapat menemukan sumber asli dari tulisan Slovin, hanya bisa menemukan bahasannya dalam Guilford J.P. dan Fruchter B (1973), Fundamental Statistics in Psychology and Education, Mc.Graw Hill B.C., New York.
Baik rumus Slovin maupun Yamane sama-sama sederhana, namun sekali lagi penulis ingin mengingatkan bahwa penerapan rumus tersebut belum tentu cocok dengan disain penelitian yang anda rancang. Jadi pelajarilah dengan baik sebelum menerapkannya.

20 Maret 2009

Menteri Pendidikan Republik Indonesia: Yang Pertama, Jabatan Terlama, Siapa-siapa Saja?

Ki Hadjar Dewantara merupakan Menteri Pendidikan RI yang pertama, kala itu diberi nama Menteri Pengajaran. Beliau menjabat menteri pada masa Kabinet Presedential, dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya 87 hari, mulai tanggal 19 Agustus 1945 – 14 November 1945.
Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi pergantian menteri pendidikan sebanyak 38 kali (walaupun ada menteri yang menjabat lebih dari satu kali), pada 37 kabinet yang berbeda, dengan pergantian nama kementrian sebanyak 7 kali.
Dua menteri yang berbeda pernah terjadi pada masa Kabinet Pembangunan IV. Dijabat oleh Nugroho Notosusanto dari 19 Maret 1983 – 3 Juni 1985, dan setelah beliau meninggal diganti oleh Fuad Hasan mulai 30 Juli 1985 – 21 Maret 1988.
Prijono adalah Menteri Pendidikan yang paling banyak menjabat dalam kabinet yang berbeda. Beliau pertama kali diangkat sebagai menteri pada masa Kabinet Djuanda pada tanggal 9 April 1957. Kemudian berturut-turut menjabat pada masa Kabinet Kerja 1, Kerja 2, Kerja 3, Kerja 4, dan Kabinet Dwikora 1. Untuk mengetahui siapa-siapa saja Menteri-nenteri Pendidikan Republik Indonesia sejak jaman kemerdekaan hingga saat ini, silakan Klik situs Dikti

18 Maret 2009

Kuliah ke-6 Sosiologi, 17 Maret 2009

Kali ini bagian dosennya yang tidak bisa hadir dalam kuliah tatap muka, karena ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan pada jam yang bersamaan dengan waktu kuliah di kampus Unpad Dipati Ukur. Namun demikian, tidak berarti kuliah menjadi libur karena ada dosen pangganti, yaitu Pak Alim (Syahirul Alim). Nuhun Pak.
Selesai jam kuliah, baru bisa sampai di kampus Unpad Jatinangor, dan mendapat laporan tentang kehadiran mahasiswa. Mahasiswa yang tidak hadir ada lima orang yaitu NPM 130, 141, 143, 146, dan 160. Adapun materi kuliah pada pertemuan ini mengenai Pranata Sosial, dan minggu depan masih dilanjutkan dengan bahasan mengenai Startifikasi Sosial. Sedangkan dua minggu lagi tepatnya tanggal 24 Maret 2009 akan diadakan Ujian Tengah Semester.
Pada belajar ya…..! biar nilainya bagus-bagus semua.
Download Materi Kuliah: Pranata Sosial (pdf)

17 Maret 2009

Pengantar Teknik Sampling

Nugraha Setiawan
Pertanyaan yang sering diajukan oleh peneliti ketika akan melakukan penelitian adalah ”berapa besar sampel yang harus diteliti dari sebuah populasi?”, agar hasil (berupa data perkiraan) penelitian dapat mewakili atau merepresentasikan populasi. Data perkiraan (statistik) disebut mewakili jika angkanya mendekati parameter. Jika parameter 100, 95 disebut lebih mewakili dibandingkan dengan 90.
Dalam menentukan besarnya sampel, hal-hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan adalah : 1. Parameter apa yang akan diteliti (misalnya rata-rata, proporsi). 2. Besarnya populasi (N) atau banyaknya elemen populasi yang akan diambil sampelnya. 3. Berapa tingkat kepercayaan/keyakinan yang dipergunakan untuk menjamin hasil penelitian agar kesalahan samplingnya tidak melebihi nilai tertentu (B = bound of error). 4. Bagaimana tingkat variasi atau heterogenitas populasi, dimana sampel akan diambil.
Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)

16 Maret 2009

Consumers’ Meat Purchasing Habits Changing

Economic woes are affecting where people shop for meat as well as the kind of cut, brand and quantity purchased.

The recession is being felt throughout the grocery store, and especially in the meat department, according to a joint study by the American Meat Institute and the Food Marketing Institute.
Economic woes are affecting where people shop for meat as well as the kind of cut, brand and quantity purchased, found the “Power of Meat” study. While shoppers are eating out less and cooking more, they are also trading down, substituting and eliminating, resulting in the overall spending amount remaining roughly the same, at $91 per week. While grocery expenses may be relatively unchanged, the way shoppers are spending is not. The study found that at least half are using coupons whenever possible, buying only what they need and switching from national brands to store brands. Other popular measures include resisting luxury foods and buying items on sale.
More on the Watt Poultry Com site
Source: Watt Poultry Com, 09 March 2009

Asia-Pasific: Higher Education Sees Rapid Change

Facing an unprecedented expansion, Asian centres of higher education are looking for ways to diversify opportunities for learning, concluded the Asia-Pacific Sub-regional Preparatory Conference for Unesco’s 2009 World Conference on Higher Education held recently in Macao, China. The Asia-Pacific zone is the largest of the Unesco regions, containing over three billion people, or 60% of the world’s population, writes Hye-Rim Kim for the Bangkok Post. Its diverse geography, population, income and culture are reflected in the size and types of higher education institutions operating in the region.
More on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0067 15 March 2009

New Thinking Needed on Innovation Infrastructure

Arnoldo Ventura
Rapid technological changes and more sophisticated societies generate changing needs in developing countries and old methods, technologies and choices are not coping. More innovative approaches are required to tackle social conundrums and to clear paths for progress. The ingredients for these must be the information, experiences and skills people get through higher education.
Full SciDev.net article on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0067 15 March 2009

Research Governance Policies Threaten Capacity

Phuong Nga Nguyen
Around the world, research-based knowledge is believed to enhance socio-economic development. So funding agencies, including governments, are pushing universities to focus on ‘usable’ research outputs. The way they bring this pressure to bear, through ‘research governance’, can either support and facilitate university research or hinder it, sometimes even damaging a university’s existing strengths.
Full SciDev.net article on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0067 15 March 2009

14 Maret 2009

Satu Abad Transmigrasi Di Indonesia: Perjalanan Sejarah Pelaksanaan, 1905-2005

Nugraha Setiawan
Jurnal Historia, Vol.3, No.1, pp.13-35

Abstrak
Transmigrasi merupakan bentuk migrasi penduduk yang khas Indonesia. Selama satu abad pelaksanaannya (1905-2005), yang dimulai pada jaman pemerintahan kolonial Belanda dengan nama kolonisasi, hingga jaman reformasi saat ini, secara demografis belum bisa dikatakan berhasil. Selain tujuan demografis, pada setiap periode memiliki tujuan yang berbeda-beda, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dalam tulisan ini dideskripsikan pelaksanaan transmigrasi pada periode pemerintahan kolonial Belanda yang terdiri atas masa percobaan, masa Lampongsche volksbank, dan masa depresi ekonomi dunia, kemudian pada jaman pendudukan tentara Jepang, serta jaman setelah kemerdekaan Indonesia yang terdiri atas masa orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
Kata kunci: transimgrasi, Indonesia, 1905-2005
Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)

12 Maret 2009

Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya

Nugraha Setiawan
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh para peneliti ketika akan melakukan suatu penelitian adalah, “berapa besar ukuran sampel yang sebaiknya harus diambil, agar sampel tersebut dapat merepresentasikan populasinya”. Peneliti sering dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan metode, teknik, cara-cara, maupun rumus-rumus untuk menentukan ukuran sampel, namun tidak tahu mana yang sebaiknya harus mereka pilih.
Jalan pintas yang sering diambil adalah, mencari cara-cara penentuan ukuran sampel dengan memakai pendekatan statistika yang praktis dan sederhana, namun karena kepraktisannya itu justru penerapannya acap kali salah. Hal tersebut seiring dengan banyak terbitnya buku-buku metodologi penelitian yang didalamnya memasukan bahasan tentang sampling, tetapi tidak memberi penjelasan lebih detil mengenai konsep-konsep dasar dan asumsi-asumsi yang menjadi landasan dari pembuatan rumus-rumusnya.
Dari aspek aplikasi dan kepraktisan misalnya, rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan memang sangat mudah dan sederhana, walau sering kali salah dalam menerapkannya. Misalnya ada peneliti yang memakai rumus Slovin atau Tabel Krejcie-Morgan untuk penelitian yang menggunakan analisis regresi dengan skala pengukuran rasio.
Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)

10 Maret 2009

Kuliah ke-4 dan 5 Sosiologi, 3 dan 10 Maret 2009

Mahasiswa yang tidak hadir pada kuliah ke-4 Sosiologi yang membahas mengenai Interaksi Sosial adalah NPM 124, 130, 143, 123 ('05), dengan demikian mahasiswa yang hadir di kelas sejumlah 41 orang. Suasana interaksi antara mahasiswa dan dosen dalam proses belajar-mengajar secara kualitas agak menurun dibandingkan dengan kuliah ke-3 yang dilaksanakan tanggal 24 Februari 2009. Juga mahasiswa yang hadir terlambat, walaupun masih dalam batas toleransi lebih banyak dari minggu sebelumnya. Hal ini tentu saja mengganggu ketenangan kelas dan kurang menyenangkan, semoga pada kuliah hari ini Selasa 10 Maret 2009, suasana kelas akan lebih kondusif lagi.
Pada kuliah ke-5 yang membahas mengenai Kelompok Sosial diawali dengan Quiz yang hanya diikuti oleh 32 orang mahasiswa, sementara sampai batas toleransi kesiangan mahasiswa yang hadir ada 40 orang. mahasiswa yang tidak hadir adalah NPM: 124, 128, 143, 156, 136 ('05). Hasil Quiz belum diperiksa, tapi semoga lebih baik dari hasil Quiz yang pertama.
Download Materi Kuliah: Interaksi Sosial (pdf), Kelompok Sosial (pdf)

09 Maret 2009

Role of Professors Mired in Confusion

Geoff Maslen
Professors in Britain are not alone in seeing their role very differently from the universities that employ them. But a new report, based on a survey of 200 UK professors, confirms what many in the professoriate around the world privately believe: significant ‘expectation gaps’ exist between them and their universities regarding the importance of income generation versus mentoring staff and the leadership of their departments or faculties. In an exclusive commentary on our webpage this week, survey author Professor Bruce Macfarlane says the lack of clarity about the role of a professor is partly a symptom of the way appointment criteria at the professorial level have broadened in recent years. Almost one in 10 UK academics is now a full professor.
Full report on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0066 08 March 2009

Tackling Graduate Unemployment in Indonesia

David Jardin
Indonesia's Ministry of National Education has announced a sizeable fund to finance entrepreneurship programmes at university level that it hopes will enable more graduates to quickly enter the jobs market. The most recent figures released by the manpower ministry show some 1.15 million unemployed graduates nationwide.
The national education ministry's pro-active director-general for higher education Fasli Jalal believes too many graduates emerge without marketable skills. The ministry has thus earmarked Rp 108 billion (US$8.9 million) to fund entrepreneurship programmes. Graduates will have to compete for a share of the spoils by creating viable models.
Jalal, who has been previously featured here, identifies a lack of student creativity in finding jobs as part of the problem. Other critics point to a lack of such creativity throughout the national education system.Graduate unemployment figures do fluctuate, of course. The fulcrum of the year is August when traditionally most state and private university graduates pass out. This year as the global recession bites deeper it will indeed to be more difficult to staunch the flow into the pool of unemployed.
Reyna Ahmadi, a senior official at the manpower ministry says, "I am sure we will see more graduates failing to secure employment on account of the worsening economic conditions."Jalal nonetheless is determined to make a good fist of his efforts. A number of university rectors are backing his latest scheme. Among them is Idrus Patarusi of the Hassanuddin University in Makassar, capital of South Sulawesi province.
Meanwhile, Jalal has admonished state universities for "inefficient accounting practices" after the ministry received a rebuke from the national audit agency. "Inefficient" in Indonesia is often a code for "creative" where accounting is concerned.
Source: University World News, Issue No: 0066 08 March 2009

Universities Socially Engineer Intakes

In a move that critics claim filters out middle class students, admission tutors at leading institutions are being told to give interviews and make offers to working class candidates who have attended low performing schools or who live in postcodes where few go on to higher education, writes Julie Henry in The Sunday Telegraph. It comes as more universities, including Suss ex, Worcester, Dundee and the University of East Anglia, have decided not to use the new A* grade at A-level in offers from 2010 amid fears that independent school pupils will win more places.
More on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0066 08 March 2009

01 Maret 2009

Recession's Impact on Post-secondary Education

Recession's impact on post-secondary educationGovernments could assist universities to survive the recession – and perhaps be in a position to thrive once the recovery arrives – by helping to pay for salary restructuring, not letting enrolment formulas constrain institutions from meeting shifting demand, allowing tuition to increase while protecting effective student aid programmes, and funding brains not buildings. This is according to a new report from Canada’s Educational Policy Institute, On the Brink: How the recession of 2009 will affect post-secondary education, which looks at “profound effects the recession will have on both revenues and expenditures in the post-school sector”.
More on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0065 01 March 2009

In Tough Times, The Humanities Must Justify Their Worth

One idea that elite universities like Yale, sprawling public systems like Wisconsin and smaller private colleges like Lewis and Clark have shared for generations is that a traditional liberal arts education is, by definition, not intended to prepare students for a specific vocation, writes Patricia Cohen in The New York Times. Rather, the critical thinking, civic and historical knowledge and ethical reasoning that the humanities develop have a different purpose: they are prerequisites for personal growth and participation in a free democracy, regardless of career choice. But in this new era of lengthening unemployment lines and shrinking university endowments, questions about the importance of the humanities in a complex and technologically demanding world have taken on new urgency.
More on the University World News site
Source: University World News, Issue No: 0065 01 March 2009